Jumat, 29 Maret 2019

Pertentangan Kapitalisme dan Kemanusiaan: Se-Fruit Penjelasan


Pertentangan Kapitalisme dan Kemanusiaan: Se-Fruit
Penjelasan
Oleh: Luqman Abdul Hakim



Ketika kita diminta menjelaskan bagaimana pertentangan antara kapitalisme dengan kemanusiaan, jawabannya bisa seringkas ini: ketika manusia melihat manusia lain sebagai objek untuk memenuhi dan memuaskan keinginan atau kebutuhan pribadinya, itulah kapitalisme. Tentu saja, banyak orang telah bingung untuk mencerna apa itu kapitalisme? Apakah ia sebuah tumbuh-tumbuhan berakar tunggang atau serabut? Apakah ia seekor hewan melata atau bertulang belakang?

Istilah kapitalisme mulai hadir di dunia lewat perkembangan sejarah manusia di Eropa yang diawali oleh gerakan Renaissance. Gerakan ini adalah respon terhadap situasi masyarakat Eropa yang dalam strukturnya menempatkan kaum Agamawan dan Bangsawan di tingkat teratas. Banyak kelompok masyarakat lain, khususnya para pedagang yang merasa bahwa struktur ini merugikan mereka, padahal laju perekonomian dan kesejahteraan para Agamawan dan Aristokrat saat itu tidak dapat dipisahkan dari keberadaan kaum pedagang.

Kapitalisme awalnya hanya melekat pada kehidupan perekonomian baru yang dihidupi para pedagang Eropa abad ke-16. Sebuah sistem ekonomi yang oleh Karl Marx disebut telah membagi masyarakat menjadi dua; mereka yang menguasai alat produksi dan mereka yang tidak memiliki alat produksi. Hubungan masyarakat dalam sistem ini adalah hubungan eksploitatif karena yang tidak memiliki alat produksi akan diperas tenaga dan pikirannya untuk memenuhi kebutuhan para pemilik alat. 

Kelompok pemilik alat produksi biasa disebut Borjuis (Bahasa Prancis: bourguese) dan yang tak memiliki alat produksi ini disebut Proletariat. Istilah Borjuis dan Proletar sejatinya masih abstrak dan di personifikasikan dalam kontradiksi antara pemilik modal dengan buruh khususnya dalam kehidupan ekonomi industrial.

Dimulailah beragam perubahan terhadap kehidupan masyarakat Eropa setelah Renaissance. Mulai dari adanya Reformasi Gereja yang menggerogoti kekuasaan kaum Agamawan, Revolusi Industri yang mendorong kemajuan kelompok pedagang, dan Revolusi Prancis yang menjatuhkan kekuasaan para bangsawan. Semuanya adalah rantai peristiwa yang akhirnya menegakkan Kapitalisme. 

Perkembangan selanjutnya adalah menyebarnya Kapitalisme melalui tahap yang disebut Imperialisme. Pada masanya, Lenin menyebut Imperialisme sebagai tahap tertinggi dari Kapitalisme yang akhirnya membawa kontradiksi didalam dirinya. Pernah timbul pernyataan bahwa Perang Dunia merupakan bukti nyata dari rapuhnya kapitalisme dan merupakan gerbang bagi kehancurannya sebagai sebuah sistem. Nyatanya, kapitalisme mampu memperbaiki diri dan beradaptasi, hingga penghujung abad ke-20 secara banal Francis Fukuyama menyebutnya sebagai sesuatu yang absolut dan tidak dapat ditolak oleh manusia.

Kapitalisme yang kini sudah berlangsung berabad-abad telah membuatnya eksis pula dalam kebudayaan yang membentuk cara berpikir maupun identitas kelompok. Kapitalisme dituduh bertanggung jawab pada cara berpikir masyarakat yang menjatuhkan harkat kemanusiaan. Sejak awal menulis karya-karya tentang kapitalisme, Marx mengutuk keras dehumanisasi yang diakibatkan oleh Kapitalisme. Apa yang disebut Marx sebagai Fetisisme—penilaian (penghambaan) berlebihan terhadap sesuatu benda hasil produksi manusia—menurutnya telah membuat hidup manusia ada dalam relasi yang mengobjektifikasi kehidupan manusia lain. Manusia berharga hanya dari apa yang telah dihasilkannya, bukan karena keberadaannya.  

Fetisisme terus menerus direproduksi oleh Kapitalisme untuk tetap menegakkan eksistensinya. Lewat apa yang disebut Gramsci sebagai Hegemoni, kapitalisme menundukkan kelompok-kelompok potensial untuk merubah sejarah. Hubungan eksploitatif dari kapitalisme berusaha disembunyikan melalui selubung atau aparatus ideologi masyarakat. Masifnya penetrasi informasi dan globalisasi yang menghantam batas-batas ruang dan waktu disebut-sebut sebagai tahap paling mutakhir dari kapitalisme. 

Lantas begitulah sekarang kenyataan kehidupan manusia. Relasi kehidupan sosial telah dijatuhkan hanya pada hubungan yang memiliki nilai tukar, menjadikan manusia lain sebagai objek bagi pemuasan kebutuhan. Di masa saat semua orang cenderung menerima kenyataan demikian, keberadaan orang-orang yang mampu memikirkan alternatif dan membuat perubahan menjadi sangat dibutuhkan. Selalu ada jalan lain dan sejarah membuktikan hal tersebut. Kapitalisme bukan sesuatu yang absolut dan ada sebagai takdir atau akhir sejarah--seperti ditulis dengan naif oleh filsuf yang kini menolak gagasannya sendiri. Yang perlu adalah menyadari dimana posisi para pengubah sejarah dan apa yang harus dilakukan. Karena terdengar tidak terdengar, terlihat tidak terlihat, gemuruh harus disiapkan.

*Penulis adalah Ketua Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Pimpinan Kota Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar