Pertentangan
Kapitalisme dan Kemanusiaan: Se-Fruit
Penjelasan
Oleh: Luqman Abdul Hakim
Ketika kita diminta
menjelaskan bagaimana pertentangan antara kapitalisme dengan kemanusiaan,
jawabannya bisa seringkas ini: ketika manusia melihat manusia lain sebagai
objek untuk memenuhi dan memuaskan keinginan atau kebutuhan pribadinya, itulah
kapitalisme. Tentu saja, banyak orang telah bingung untuk mencerna apa itu
kapitalisme? Apakah ia sebuah tumbuh-tumbuhan berakar tunggang atau serabut?
Apakah ia seekor hewan melata atau bertulang belakang?
Istilah kapitalisme
mulai hadir di dunia lewat perkembangan sejarah manusia di Eropa yang diawali
oleh gerakan Renaissance. Gerakan ini adalah respon terhadap situasi masyarakat
Eropa yang dalam strukturnya menempatkan kaum Agamawan dan Bangsawan di tingkat
teratas. Banyak kelompok masyarakat lain, khususnya para pedagang yang merasa
bahwa struktur ini merugikan mereka, padahal laju perekonomian dan
kesejahteraan para Agamawan dan Aristokrat saat itu tidak dapat dipisahkan dari
keberadaan kaum pedagang.
Kapitalisme awalnya
hanya melekat pada kehidupan perekonomian baru yang dihidupi para pedagang
Eropa abad ke-16. Sebuah sistem ekonomi yang oleh Karl Marx disebut telah
membagi masyarakat menjadi dua; mereka yang menguasai alat produksi dan mereka
yang tidak memiliki alat produksi. Hubungan masyarakat dalam sistem ini adalah
hubungan eksploitatif karena yang tidak memiliki alat produksi akan diperas
tenaga dan pikirannya untuk memenuhi kebutuhan para pemilik alat.
Kelompok pemilik
alat produksi biasa disebut Borjuis (Bahasa Prancis: bourguese) dan yang tak
memiliki alat produksi ini disebut Proletariat. Istilah Borjuis dan Proletar
sejatinya masih abstrak dan di personifikasikan dalam kontradiksi antara
pemilik modal dengan buruh khususnya dalam kehidupan ekonomi industrial.
Dimulailah beragam
perubahan terhadap kehidupan masyarakat Eropa setelah Renaissance. Mulai dari
adanya Reformasi Gereja yang menggerogoti kekuasaan kaum Agamawan, Revolusi
Industri yang mendorong kemajuan kelompok pedagang, dan Revolusi Prancis yang
menjatuhkan kekuasaan para bangsawan. Semuanya adalah rantai peristiwa yang
akhirnya menegakkan Kapitalisme.
Perkembangan selanjutnya adalah menyebarnya
Kapitalisme melalui tahap yang disebut Imperialisme. Pada masanya, Lenin
menyebut Imperialisme sebagai tahap tertinggi dari Kapitalisme yang akhirnya
membawa kontradiksi didalam dirinya. Pernah timbul pernyataan bahwa Perang
Dunia merupakan bukti nyata dari rapuhnya kapitalisme dan merupakan gerbang
bagi kehancurannya sebagai sebuah sistem. Nyatanya, kapitalisme mampu
memperbaiki diri dan beradaptasi, hingga penghujung abad ke-20 secara banal
Francis Fukuyama menyebutnya sebagai sesuatu yang absolut dan tidak dapat
ditolak oleh manusia.
Kapitalisme yang kini sudah berlangsung berabad-abad telah membuatnya eksis
pula dalam kebudayaan yang membentuk cara berpikir maupun identitas kelompok. Kapitalisme
dituduh bertanggung jawab pada cara berpikir masyarakat yang menjatuhkan harkat
kemanusiaan. Sejak awal menulis karya-karya tentang kapitalisme, Marx mengutuk
keras dehumanisasi yang diakibatkan oleh Kapitalisme. Apa yang disebut Marx
sebagai Fetisisme—penilaian
(penghambaan) berlebihan terhadap sesuatu benda hasil produksi manusia—menurutnya
telah membuat hidup manusia ada dalam relasi yang mengobjektifikasi kehidupan
manusia lain. Manusia berharga hanya dari apa yang telah dihasilkannya, bukan
karena keberadaannya.
Fetisisme terus
menerus direproduksi oleh Kapitalisme untuk tetap menegakkan eksistensinya. Lewat
apa yang disebut Gramsci sebagai Hegemoni, kapitalisme menundukkan
kelompok-kelompok potensial untuk merubah sejarah. Hubungan eksploitatif dari
kapitalisme berusaha disembunyikan melalui selubung atau aparatus ideologi
masyarakat. Masifnya penetrasi informasi dan globalisasi yang menghantam
batas-batas ruang dan waktu disebut-sebut sebagai tahap paling mutakhir dari
kapitalisme.
Lantas begitulah
sekarang kenyataan kehidupan manusia. Relasi kehidupan sosial telah dijatuhkan
hanya pada hubungan yang memiliki nilai tukar, menjadikan manusia lain sebagai
objek bagi pemuasan kebutuhan. Di masa saat semua orang cenderung menerima
kenyataan demikian, keberadaan orang-orang yang mampu memikirkan alternatif dan
membuat perubahan menjadi sangat dibutuhkan. Selalu ada jalan lain dan sejarah
membuktikan hal tersebut. Kapitalisme bukan sesuatu yang absolut dan ada
sebagai takdir atau akhir sejarah--seperti ditulis dengan naif oleh filsuf yang
kini menolak gagasannya sendiri. Yang perlu adalah menyadari dimana posisi para
pengubah sejarah dan apa yang harus dilakukan. Karena terdengar tidak
terdengar, terlihat tidak terlihat, gemuruh harus disiapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar