Revolusi dalam Layar Lebar: Gambaran Sosial Masyarakat
di Awal Kemerdekaan pada Film “Kereta Api Terakhir” dan “Lewat Djam Malam”
Oleh:
Phoebe Kimberley, Ivana C., Vina Aulia, dan Maria Angelica*
![]() |
Poster film Kereta Api Terakhir (1981) |
Kedua
film yang kami saksikan ini merupakan film yang menceritakan kehidupan
masyarakat Indonesia pada masa awal kemerdekaan tahun 1945-1950. Dalam materi pembelajaran sejarah,
kehidupan masyarakat di awal kemerdekaan banyak digambarkan penuh penderitaan
akibat banyak pertempuran dan kekacauan. Pertempuran terjadi akibat kedatangan
kembali pasukan sekutu dan NICA yang ingin kembali menguasai wilayah Indonesia.
Sedangkan kekacauan terjadi karena pada saat itu pemerintah belum sepenuhnya
memegang kendali dan dapat memastikan keamanan masyarakat. Banyak tindakan
kriminal terjadi, kadang diiringi oleh aksi terorganisir yang mengarah pada
kelompok sosial Priyayi, Eropa, dan Tionghoa. Di sini kami akan membahas mengenai kehidupan sosial
dan ekonomi masyarakat Indonesia pada masa itu yang digambarkan melalui dua
film yang mengambil latar kehidupan masyarakat di awal kemerdekaan, yaitu film
“Kereta Api Terakhir” dan “Lewat Djam Malam”, serta memberi pandangan penulis
mengenai kehidupan masyarakat Indonesia.
Film
pertama yang akan kami bahas adalah film “Kereta Api Terakhir”. Film ini
diangkat menjadi film berdasarkan novel karya Pandir Kelana, dibawah arahan
Mochtar Soemoedimedjo. Film ini berlatar
revolusi kemerdekaan melawan bangsa Belanda yang diawali dengan masuknya
pasukan TNI Siliwangi ke Yogyakarta karena dilanggarnya perjanjian Linggarjati
pada tahun 1946. Perjanjian Linggarjati sendiri terjadi karena Jepang
menetapkan status quo di Indonesia, sehingga menyebabkan terjadinya konflik
antara Indonesia dengan Belanda yang salah satunya ditandai dengan peristiwa 10
November di Surabaya. Namun, Perjanjian Linggarjati tidak berjalan dengan baik,
dikarenakan Indonesia berkedaulatan penuh, sedangkan Belanda menganggap bahwa
mereka bisa membentuk Negara Indonesia Serikat.
Film
ini menggambarkan konflik antara pasukan Belanda dengan pihak Indonesia yang
ingin mempertahankan kemerdekaannya. Belanda belum menyerah kepada Indonesia,
karena tidak rela Indonesia merdeka. Kala itu,
Belanda ingin merebut kota besar di Indonesia, termasuk berusaha dalam
menguasai jalur kereta api yang menjadi sarana transportasi penting bagi rakyat
untuk melakukan perjalanan. Kereta api adalah transportasi satu-satunya yang
menjadi penunjang kegiatan di seluruh daerah di Indonesia. Penugasan Letnan
Sudadi, guna untuk mengawal kereta api pertama menuju Yogyakarta dari
Purwokerto, sedangkan Letnan Tobing dan Letnan Firman bertugas untuk mengawal
kereta api terakhir.
![]() |
Scene dari film Kereta Api Terakhir (1981) |
Perjalanan pada kereta api yang terakhir mengalami
banyak hambatan, jalur kereta terputus karena banyak dihujani peledak dan
peluru, Belanda menyerang kereta yang mengangkut rakyat Indonesia, dan
mengeluarkan serangan angkatan udara, Belanda juga membakar dan mengambil alih
gerbong - gerbong kereta api, sehingga banyak pejuang dan rakyat yang gugur.
Setelah kejadian ini berlangsung, para penumpang berjalan kaki untuk
melanjutkan pergi ke tempat yang ditujunya karena mereka merasa lebih aman jika
berjalan kaki. Kehidupan masyarakat Indonesia ketika itu masih sangat
sederhana, tenaga medis pun sedikit, masyarakat bergotong royong membenarkan
jalur kereta api. Semangat untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bagi
masyarakat sangat tinggi dan besar.
Dalam setiap perjalanan kereta apai pasti akan selalu ada seorang letnan ataupun pimpinan lainnya. Sebab Belanda ingin sekali merusak perjalanan kereta api terakhir ini karena membawa penumpang yang mengungsi berkas-berkas penting. Jika Belanda berhasil mengambil alih jalur kereta api terakhir, maka Indonesia akan lumpuh, dan Belanda akan berhasil merebut Indonesia kembali. Hampir disetiap stasiun Belanda menyerang dan menghabisi semua yang ada dengan pesawat mereka. Mereka diperintahkan untuk merebut kembali Pemerintahan Indonesia dengan kekerasan. Setiap hari korban berjatuhan, karena ingin pergi ke Yogya dengan kereta, dan setiap hari pesawat Belanda datang untuk menghancurkan jalur mereka serta menguasai daerah. Apabila Belanda tidak melanggar perjanjian Linggarjati, rakyat Indonesia tidak akan berbondong-bondong mengungsi dengan kereta dan meresikokan nyawa untuk pergi ke Yogya.
Dalam setiap perjalanan kereta apai pasti akan selalu ada seorang letnan ataupun pimpinan lainnya. Sebab Belanda ingin sekali merusak perjalanan kereta api terakhir ini karena membawa penumpang yang mengungsi berkas-berkas penting. Jika Belanda berhasil mengambil alih jalur kereta api terakhir, maka Indonesia akan lumpuh, dan Belanda akan berhasil merebut Indonesia kembali. Hampir disetiap stasiun Belanda menyerang dan menghabisi semua yang ada dengan pesawat mereka. Mereka diperintahkan untuk merebut kembali Pemerintahan Indonesia dengan kekerasan. Setiap hari korban berjatuhan, karena ingin pergi ke Yogya dengan kereta, dan setiap hari pesawat Belanda datang untuk menghancurkan jalur mereka serta menguasai daerah. Apabila Belanda tidak melanggar perjanjian Linggarjati, rakyat Indonesia tidak akan berbondong-bondong mengungsi dengan kereta dan meresikokan nyawa untuk pergi ke Yogya.
Tak
hanya diperlihatkan bagaimana keadaan sosial dan ekonomi masyarakat di awal kemerdekaan, film ini juga
dikemas dengan drama percintaan antara Firman
dan dua Retno yang ternyata merupakan gadis kembar. Pada film ini, Mochar
Soemoedimedjo turut menggambarkan kesan heroik melalui tokoh Sersan Tobing
sebagai sosok yang sangat pemberani.
Pada
tahun akhir tahun 2019 film “Kereta Api Terakhir” telah direstorasi oleh Pusbangfilm Kemdikbud. Program Restorasi Film ini bertujuan untuk menyelamatkan film Indonesia
yang berusia lebih 50 tahun sehingga dapat ditonton kembali sebagai bahan
pembelajaran baik dari segi teknik produksi film maupun sejarah Indonesia.
Film ini menjadi pilihan para kurator untuk di restorasi, karena merupakan
salah satu film super kolosal yang melibatkan sekitar 15.000 pemain, yang
mengisahkan tentang perjuangan revolusi tahun 1945 - 1947.
![]() |
Poster Film "Lewat Djam Malam" (1953) | Historia |
Film kedua yang kami saksikan adalah film yang
berjudul “Lewat Djam Malam”. Film ini di garap pada tahun 1954, dan di
sutradarai oleh Usmar Ismail. Melalui film ini, Usmar Ismail
menggambarkan situasi yang mendekati realita dariyang dihadapi masyarakat
Bandung pada tahun 1950-an, sekaligus persoalan bangsa yang harus diatasi
segera. Film ini merupakan film yang menceritakan tentang tentara yang pada
saat baru saja memproklamasikan kemerdekaan baru saja dibacakan, berusaha untuk
menerapkan jam malam di Kota Bandung. Film yang dikemas dengan genre drama ini,
juga mensisipkan kisah percintaan antara Iskandar dan Norma. Menurut Sitor
Situmorang, film tersebut merupakan “Drama Psikologis Modern” pertama di
Indonesia. Film ini telah meraih penghargaan bersama sebagai Film Terbaik FFI
tahun 1955 bersama dengan filmlainnya, dan aktor pemeran Iskandar, yaitu A. N.
Alcaff berhasil terpilih sebagai Aktor Terbaik dalam ajang yang sama.
Cerita dalam film dimulai ketika Iskandar sebagai
tokoh utama memutuskan untuk meninggalkan dinas ketentaraannya, dan memulai
kehidupan baru sebagai penduduk sipil dengan meminta bantuan kekasihnya, yaitu
Norma. Setelah itu, Iskandar ingin mencari pekerjaan, dan saat itu pula, ia
baru mengetahui bahwa sudah terjadi korupsi dimana-mana. Iskandar marah ketika
ia bertemu dengan atasannya, Gunawan yang gemar melakukan korupsi. Ia menyekap
Gunawan, dan menjadikannya sebagai tawanan, dan meminta Gunawan untuk mau
mengakui kesalahannya, namun usaha itu sia-sia. Usaha yang gagal itu memunculkan
niat Iskandar untuk menembak Gunawan. Setelah melakukan hal itu, Iskandar lupa
akan jam malam yang telah ditetapkan. Ia terlihat bingung, sembari pulang ke
rumah kekasihnya, Norma. Namun, tindakan Iskandar itu membuat para tentara yang
memberlakukan jam malam menembaknya didepan pintu rumah Norma.
![]() |
Scene dari film "Lewat Djam Malam" (1953) |
Dari film ini, dapat diketahui bahwa betapa rapuhnya
pemerintahan Indonesia pada saat itu, dengan memberlakukan jam malam. Tujuan
utama diberlakukannya jam malam, adalah untuk mengawasi gerak-gerik suatu
kelompok tertentu. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah mengenai jam malam
pada waktu itu, adalah “barangsiapa yang masih berada di luar rumah mereka pada
jam yang sudah ditentukan, maka orang tersebut akan ditangkap atau bahkan
dibunuh ditempat dengan cara ditembak”.
Selain itu, masyarakat harus melanjutkan hidup mereka
yang sempat terpotong karena Agresi Belanda. Dua pemimpin tertinggi tentara,
yaitu AH Nasution dan TB Simatupang melakukan penataan ulang militer yang
memerlukan jumlah uang yang banyak sehingga membuat bekas pejuang menjadi
demakin gelisah. Hanya prajurit yang berlatar belakang pendidikan kemiliteran
Belanda (KNIL) yang akan diperhitungkan. Lainnya, mulai dari prajurit eks PETA,
hingga relawan, tidak dipakai lagi. Dari film ini, kehidupan masyarakat pada
saat itu sangat terkekang dengan diberlakukannya jam malam yang telah
ditetapkan pemerintah. Tetapi, hal itu harus tetap dilaksanakan demi mengurangi
kekacauan sipil.
Film ini kembali diputar pada 18 Juni 2012, setelah
melalui proses restorasi di Laboratorium L'Immagine Ritrovata, Bologna, Italia
dan bekerjasama dengan National Museum of Singapore (NMS) dan World Cinema
Foundation. Proses ini berlangsung antara Agustus 2011 sampai beberapa bulan
sebelum premier pada tahun 2012. Film ini juga diputar pada pembukaan
sub-festival Cannes Clasic dalam ajang Festival de Cannes 2012 di Cannes,
Prancis.
![]() |
Usmar Ismail (1921-1971) Sutradara Film "Lewat Djam Malam" dan Bapak Film Nasional |
Film “Lewat Djam Malam” meninggalkan perasaan
nostalgia setelah selesai menonton. Gambaran kisah percintaan pada zaman itu,
layaknya seperti pada pasangan yang biasa, ada rasa setia yang sangat, dan
membuat para penonton merasakan adanya kehangatan. Juga dengan sikap pemberani
seorang Iskandar, menunjukkan kepada penonton untuk berani membela kebenaran,
walaupun akan menerima resiko yang tak terduga.
*Penulis adalah siswa Sekolah Menengah Atas Fons
Vitae 1 Marsudirini Jakarta
Dari kedua film tersebut banyak pesan moral yang bisa
kita dapatkan. Banyak sekali pahlawan yang memperjuangkan Indonesia, banyak
pula yang gugur terhormat dalam memperjuangkan bangsa. Rakyat Indonesia telah
membuktikan, bahwa siapapun tidak berhak mengambil hak manusia untuk bisa hidup
dan tinggal sebab Indonesia tidak gentar dan siap tempur melawan apapun yang
mengancam haknya. Kepercayaan dan tekad selalu menjadi pedoman, karena tentara
dan rakyat telah bersatu dan siap memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar