Jumat, 05 Mei 2017

Pendidikan Pantjasila Sebagai Jawaban Revolusi Pendidikan Indonesia

PENDIDIKAN PANTJASILA SEBAGAI JAWABAN REVOLUSI PENDIDIKAN INDONESIA
Oleh: Aslama Nanda Rizal
Soekarno sedang mengajar Rakjat Indonesia dalam Program Pemberantasan Buta Huruf pada tahun 1950-an |
Koleksi : Wikipedia
SALAH satu buku yang dapat dijadikan referensi untuk penerapan Pendidikan Nasional Indonesia berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945 salah satunya adalah buku Pendidikan Nasional Pantjasila: Perdjuangan Pendidikan Nasional Indonesia dan Hasil-hasilnja yang ditulis oleh Kamadjaja, terbitan U.P. Indonesia tahun 1966. Buku tersebut dapat dikatakan sebagai salah satu referensi dalam mengkaji Pendidikan Nasional Indonesia berasas Pancasila 1 Juni 1945—Pendidikan yang Marhaenistis, yang Sosialistis.
Tulisan singkat ini hanya ingin memberikan gagasan mengenai Revolusi Pendidikan Nasional/Revolusi Pendidikan Indonesia. Itulah perjuangan panjang kita, itulah harga mati kita, itulah salah satu semangat kesatuan dan persatuan kita: mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Revolusi Pendidikan bukan semata sekolah gratis, dihapuskannya sistem UKT, ataupun berbagai permasalahan Perguruan Tinggi. Bukan semata  demikian, karena itu pemahaman yang sangat sempit. Lebih utama dari itu semua ialah konsep, metode, serta tujuan politik dari Pendidikan Nasional.
Pendidikan Indonesia saat ini sangat jauh menyimpang dari tujuan awalnya, yaitu hanya sebagai pemuas nafsu pasar, untuk memenuhi kebutuhan manusia—kebutuhan pasar tenaga kerja. Pendidikan hari ini bukan sebagai alat perjuangan, bukan untuk memperjuangkan rakyat kecil, bukan untuk mewujudkan keadilan sosial, bukan untuk menjadikan manusia sebagai manusia sejati, bukan untuk memanusiakan manusia, bukan untuk Humanisme & Sosio-Nasionalisme serta Sosio-Demokrasi, melainkan sangat berjiwa Kapitalistis yang semakin subur di alam Liberalisme Modern/Neo-Liberalisme pasca Reformasi Indonesia 1998. Beberapa lampiran yang ditemukan mengenai penerapan Pendidikan Nasional periode 1960-an dalam buku karya Kamadjaja tersebut dapat kita jadikan referensi dalam kontekstualisasi perjuangan Revolusi Pendidikan Indonesia di tengah kepungan zaman Globalisasi saat ini, diantaranya sebagai berikut:
Penetapan Presiden RI No. 10 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pantjasila.
Bab I

Pasal 1
Dasar-Azas Pendidikan Nasional
Pantjasiia adalah Moral & Falsafah Hidup Bangsa Indonesia jang mendjadi landasan bagi semua pelaksanaan Pendidikan Nasional.

Pasal 2
Tudjuan Pendidikan Nasional
Tudjuan Pendidikan Nasional sedjak Pra-sekolah hingga Perguruan Tinggi supaja melahirkan warganegara Sosialis Indonesia jang susila, bertanggungdjawab atas terselenggaranja Masjarakat Sosialis Indonesia, Adil Makmur setjara Spirituil & Materil dan berdjiwa Pantjasila.

Pasal 3
Moral Pendidikan Nasional
Pantjasila adalah Moral Pendidikan Nasional

Pasal 4
Politik Pendidikan Nasional
Ialah Manifesto Politik Republik Indonesia. Garis & Strategi Pelaksanaan Pendidikan Nasional harus melahirkan Patriot Komplit untuk menentang segala bentuk Penghisapan manusia atas manusia serta Bangsa atas Bangsa, yakni:
1. Imperialisma
2. Kolonialisma & Neo-Kolonialisma
3. Feodalisma
4. Kapitalisma

Pasal 5
Pengkhususan dalam Sistem Pendidikan Nasional
Diperkenankan sesuai aliran politik dan kejakinan agama jang dianutnja masing-masing dalam rangka Pantjasila sebagai satu kesatuan.
Dan lain-lain.
 
Orangtua siswa, pelajar, dan aktivis Pendidikan melakukan aksi menolak Pendidikan Mahal.
| Koleksi: APP/Repbulika | 2014
Mari kita saksikan. Betapa tujuan Pendidikan Nasional saat itu sejalan dengan tujuan dalam Konstitusi kita: lagi-lagi, mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Tentunya hal tersebut adalah sebuah kepastian—sebab Pancasila 1 Juni 1945 menjadi landasan utama dalam setiap Kebijakan Pemerintah, termasuk dalam bidang Pendidikan. Perjuangan kita untuk Pendidikan Indonesia saat ini dan masa depan ialah perjuangan Revolusi Pendidikan Nasional agar dapat mengkontekstualisasikan Pancasila 1 Juni 1945 dan kebijakan-kebijakan Pemerintah saat itu sebagai landasan kita menerapkan konsep dan metode Pendidikan Nasional.
Revolusi Pendidikan Indonesia tidak dapat terjadi secara singkat, ia merupakan proses panjang dan berat serta harus dijuangkan terus menerus. Namun, bukan berarti kita tidak sanggup. Katakanlah; Kita sanggup! Ya. Memperjuangkan Revolusi Pendidikan Indonesia agar Pendidikan Nasional kembali pada jati dirinya dan memiliki tujuan serta sikap politiknya, yakni menentang segala bentuk penindasan dan penghisapan. Dan sebelum itu semua, mari Revolusi Mental-kan diri kita masing-masing dahulu agar kita semua memahami dan mendalami semangat Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi dan Ketuhanan yang Berkebudayaan tersebut.
Terkait Pendidikan pula, pada awal Abad ke-20, mulai dibangun dan diperjuangkan terkait Pendidikan untuk rakyat. Diantaranya Tamansiswa berlatar Nasionalis, dan Muhammadiyah yang berlatar Keagamaan—keduanya sebagai yang terbesar saat itu. Namun mari kini kita berkaca.
Taman Siswa? Redup. Tidak berkembang meluas di Indonesia. Kalah pamor. ‘Jawa-sentris’. Kurang finansial, ketinggalan zaman, dan lain-lain.
Muhammadiyah? Kini bagi saya, Pendidikan Muhammadiyah bagaikan franchise. Banyak Sekolah dan Universitas Muhammadiyah di berbagai Indonesia dengan dalih “Pendidikan untuk Umat”, namun harganya selangit dan bersifat Kapitalistis dan Borjuistis. Muhammadiyah justru kurang mengakomodir kaum Marhaen/Kromo/Rakjat kecil untuk mendapat Pendidikan. Seperti Indomaret/Alfamart/dan semacamnya. Banyak dimana-mana, tapi mencekik Rakjat kecil itu sendiri.
Banyak cara untuk memulai perjuangan panjang Revolusi Pendidikan Indonesia tersebut. Diantaranya memperbanyak Komunitas Pengajar dan memberikan pendidikan politik dan politik pendidikan bagi para pengajar sebagai kepanjangan tangan atau agen-agen Revolusi Pendidikan Indonesia—(1) membuka sekolah-sekolah Rakjat yang berasas Pancasila 1 Juni 1945 dengan semangat kebangsaan dan kerakyatan yang bersifat sosialistis, (2) membuat Simposium Pendidikan Indonesia yang membahas mengenai konsep, sistem, metode hingga teknis Pendidikan Indonesia. Kita harus satukan langkah perjuangan mewujudkan pendidikan sebagai fasilitas umum, dan secara perlahan kita harus singkirkan para elit dan birokrat serta politisi busuk-nan-korup yang menjadi penghambat dalam Revolusi Pendidikan Indonesia.
Tabik! []

Yogyakarta, Mei 2017


*Aslama Nanda Rizal—Mahasiswa Ilmu Sejarah FIB UGM, Pengepul Aksara, Penenun Kebangsaan, Perakit Kerakyatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar