Kenang-kenangan
Negeri Agraris
Oleh:
Luqman Abdul Hakim
![]() |
Deviantart.com |
Di
awal tahun 2018 ini, masyarakat digerahkan dengan naiknya harga beras. Penyebab
dari kenaikan harga beras pun beragam; mulai dari cuaca buruk hingga alasan
klasik soal lambatnya proses distribusi dari petani ke pasar. Namun,
Kementerian pertanian berulang kali memberi statement bahwa stok beras berada
dalam keadaan surplus. Statement ini ditegur oleh Ombudsman yang menyatakan
bahwa data yang dikumpulkan oleh Kementerian tidak akurat karena hanya didasarkan
pada perkiraan luas panen dan produksi gabah tanpa disertai jumlah dan sebaran
stok beras secara riil.
Kenaikan
harga beras coba ditanggulangi dengan upaya pemerintah mengimpor sekitar
500.000 ton beras. Tentu saja rencana ini banyak memancing kritik terutama oleh
kelompok oposisi pemerintah. Mereka menganggap rencana impor beras adalah
sebuah blunder dan bukti kegagalan pemerintah dalam mengentaskan masalah
ketahanan pangan nasional. Meskipun kritik yang dilontarkan tidak disertai solusi
konkret untuk mengentaskan masalah harga beras yang melonjak.
Polemik
kenaikan harga beras lantas digoreng sebagai isu kompetisi politik elit.
Setelah urusan pencalonan kepala daerah Pilkada dan isu mahar politik Calon
Kepala Daerah mulai surut, kenaikan harga beras adalah wacana yang siap
menenggelamkan masyarakat dalam perang opini antara pemerintah dengan kelompok
oposisi.
Solusi
impor untuk menekan harga beras yang naik adalah sesuatu hal yang terus
berulang. Ketahanan pangan pada akhirnya hanya menjadi sebuah kebijakan manis
setiap pemimpin negara kita dalam setiap kampanye. Tidak pernah ada sebuah
konsep yang jelas dan matang tentang bagaimana meningkatkan produksi beras
nasional. Sehingga ketika harga beras naik, menurunnya produktifitas panen
beras--entah akibat cuaca atau hama--menjadi satu-satunya alasan yang paling
masuk akal yang bisa disampaikan pemerintah.
Lagipula,
pemerintah memang tak serius meningkatkan produktifitas di bidang pertanian.
Pemerintah Indonesia hanya fokus pada pembangunan infrastruktur yang katanya
akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Nyatanya pertumbuhan
ekonomi hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat dan malah memperparah tingkat
kesenjangan sosial. Data-data menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di
Indonesia hanya dinikmati oleh sekitar 20% orang.
Pembangunan infrastruktur—serta pertumbuhan ekonomi—yang
dampaknya hanya dibuktikan dengan deretan angka-angka, nyatanya telah banyak
merebut tanah-tanah masyarakat yang digunakan untuk menanam kebutuhan pokok.
Pembangunan bandara di Kulonprogo semisal, telah menggusur ribuan hektar lahan
pertanian. Pembangunan Bandara Kertajati di Majalengka yang juga menggusur
ribuan hektar lahan pertanian. Praktis tiap tahun luas lahan pertanian selalu
berkurang, khususnya di pulau Jawa. Penyebabnya adalah alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan properti, lahan pabrik/industri atau lahan pembangunan
transportasi. Kita bisa melihatnya di sekitar kita, sawah yang berubah jadi
perumahan, jalan tol, pabrik bandara. Lalu mana mungkin jumlah lahan pertanian
yang berkurang mampu menghasilkan produksi yang meningkat? Dan apa pula
untungnya bagi masyarakat membaca statistik pertumbuhan ekonomi jika nyatanya
harga kebutuhan pokok mereka mahal?
Sebagai
negeri yang pernah mendaku diri sebagai “Negeri Agraris”, impor beras jelas hal
yang tidak rasional. Dalam setiap janji pemerintah, urusan produksi beras dan
peningkatan kesejahteraan petani adalah barang kampanye yang selalu seksi.
Janji swasembada pangan bukan hal yang baru digaungkan pemerintahan Jokowi,
tapi sudah sejak dulu hanya menjadi janji.
Pada akhirnya, Negeri Agraris hanya kenang-kenangan dari kejayaan masa
lalu. Kita bisa lihat beberapa orang mungkin akan kembali mempopulerkan jargon
"enak jamanku toh?" dengan diikuti oleh foto senyum dari seorang Jenderal diktator yang dianggap
berhasil melaksanakan swasembada beras.
Janji
swasembada pangan, janji menjaga ketahanan pangan merupakan janji yang tidak
sesuai dengan realisasinya di lapangan. Program ketahanan pangan hanya sebuah
poin kebijakan yang kalah menarik daripada usaha pembangunan infrastruktur.
Suruh saja masyarakat makan beton, makan angka-angka statistik, atau makan uang
yang dihasilkan infrastruktur. Yang mau makan beras, tunggu impor. Masih
percaya Indonesia negeri agraris? Kayanya cuma kenangan atau susah move on
dipimpin sama jenderal? []
https://tajenonline.live/panduan-cara-ternak-ayam-bangkok-dari-anakan-sampai-dewasa-lengkap
BalasHapusPanduan Cara Ternak Ayam Bangkok Dari Anakan Sampai Dewasa Lengkap yang salah satu jenis ayam petarung. Dibandingkan dengan ayam aduan lainnya. Ayam Bangkok mempunyai perbedaan mau tau kelanjutannya ?
Silakan kunjungi Situs Artikel ayam kami http://tajenonline.live
@tajenonline #tajenonline