Elegi
Seorang Pecundang
Oleh: Raihan
Armoza
![]() |
2017 | Popsugar.com |
Gadis itu bangkit setelah lama
tergeletak di tanah. Tangannya gemetar kesakitan, namun air muka yang tergambar
di wajah cantiknya menegaskan bahwa ia belum berakhir.
“Kapten”, Aku menoleh kepada
lelaki paruh baya di sampingku. "Haruskah kita?"
Pria itu menggeleng tanpa
memandangku. Matanya terkunci kepada gadis yang tengah bersusah payah untuk
berdiri di tengah jalan itu, tak mempedulikan huru-hara akan pertempuran sengit
terjadi di sekelilingnya.
"Biarkan dia,"
katanya rendah dan pelan, nyaris berupa bisikan yang tak tertangkap
pendengaranku.
Ketika ia menegakkan tubuhnya,
tenggorokanku tercekat kekaguman. Senapan yang kupegang nyaris terlepas dari
cengkramanku. Tidak pernah aku melihat seseorang, terutama wanita, berdiri
begitu kokoh di atas kakinya. Tatapannya yang mengawasi medan pertempuran
menyiratkan keberanian tiada tara, seolah kematian sekalipun takkan cukup
membuatnya berlutut.
"Demi Indonesia!" Ia
berseru seraya mengangkat tombaknya. Perasaan merinding mendadak menyeruak di
tengukku. Aura penuh semangat yang ditebarkan gadis itu ... Lagi-lagi aku
hampir menjatuhkan senapanku.
Beberapa tentara mulai
menyerangnya, menembakkan peluru, menghantamnya, hingga menjegalnya. Tetapi
sulit dipercaya, tak ada satu pun dari serangan itu yang mampu membuatnya
terjatuh untuk kali kedua.
Tombak si gadis yang kuyakini
terbuat dari bambu itu mengayun dengan anggun; menghalangi peluru, menangkis
tendangaan, dan menghalau hantaman. Sekitar tiga orang lelaki yang menyerangnya
secara langsung kini terkapar di tanah. Dada mereka yang berlubang menunjukkan
bahwa mata tombak si gadis berhasil menembusnya.
"Kapten?" Aku bertanya
lagi, mulai tidak sabar.
"Jangan sekarang,"
jawabnya, "Aku ingin mengetahui seberapa lama lagi ia akan bertahan."
Aku benci mengakui bahwa pria
ini memilih mengambil resiko lebih banyak korban tewas di pihak kami berkat
gadis itu. Gadis yang berlumuran darah dan berbalut luka namun masih sanggup
menghabisi banyak tentara. Si Gadis Merah.
Tanganku terangkat sendirinya
untuk melontarkan peluru dari senapan ini. Gadis itu masih sibuk dengan
urusannya, beberapa tentara lain menghadangnya kendati pada akhirnya mereka tetap
kalah.
Sang Kapten sepertinya menyadari
niatku, ia kelihatan hendak mengatakan sesuatu untuk melarangku, tetapi
terlambat. Aku membidik senapan ke arahnya, kemudian menarik pelatuk tanpa
ragu-ragu.
Aku yakin betul ia tidak akan
sempat menghindar serangan tanpa aba-aba ini. Ditambah, ia belum sempat
mengalihkan perhatiannya dari para tentara.
Namun, yang membuat jantungku
mencelus adalah ketika tombaknya bergerak secepat kilat ke arah peluru yang
kutembakkan. Peluru itu memantul entah kemana setelah mengenai batang bambu
yang kuat. Aku menelan ludah yang terasa pahit. Gadis Merah itu baru menangkis
peluruku.
"Kau tolol." Suara
kapten yang menggeram marah bergema di telingaku. "Sekarang dia mengetahui
lokasi kita."
Apa yang mestinya kulakukan
saat ini adalah meminta maaf atau mungkin kabur dan bersembunyi seperti
pengecut agar tidak merasakan pembalasan gadis itu, namun kakiku seakan dipaku
di tempatku berdiri.
Setelah sekian lama belum
mendapat perintah dari Sang Kapten, akhirnya ia berdeham meminta perhatian.
"Unit Duabelas," katanya tertahan, "Arahkan senjata kepada gadis
itu dan serang!"
Gadis itu pasti mendengar
teriakkan kapten, karena ia berpaling ke pasukannya dan ikut meneriakkan
beberapa hal yang tak bisa kudengar. Jelasnya, setelah ia berteriak, semua
warga sipil yang menjadi pasukan Indonesia itu berpaling ke arah kami,
meninggalkan musuh satu lawan satu yang tadinya mereka hadapi.
Semuanya berebut tempat untuk
berdiri paling depan, alhasil membuat si Gadis Merah tak terlihat lagi. Aku
bergidik melihat semua massa itu berlari kemari. Suara tembakkan terdengar
bersamaan, sontak melukai bahkan langsung membunuh beberapa dari mereka.
Tapi gilanya, tidak ada yang
tergoda untuk berhenti sampai mereka benar-benar tiba dalam jarak dua meter di
depan kami. Aku membelalak ketakutan merasakan tingginya semangat juang yang
mereka miliki.
Beberapa rekan seperjuanganku
yang tak seberapa langsung kewalahan menghadapi senjata-senjata sederhana
pasukan lawan, tak terkecuali denganku. Aku merangkak kabur dari keributan dan
memutar otak gila-gilaan, mencari cara menghindari pertarungan ini dalam
keadaan utuh.
"Tentara sejati takkan
pernah kabur." Desisan seorang perempuan membuat seluruh sarafku membatu.
"Lawanlah aku seperti pria sejati."
Kepalaku tidak berani menoleh,
pengelihatanku serta merta memburam karena air mata. Tidak. Aku tidak ingin
mati sekarang. Sebuah tendangan menghantam bahuku. Aku jatuh di atas dadaku,
cukup keras untuk membuatku terbatuk-batuk kesakitan.
Si penendang menarik kerah
seragamku dari belakang, memaksaku untuk berdiri. Karena rasa sakit di leherku,
aku pun terpaksa berdiri. Jalanku masih linglung ketika aku memutuskan untuk
berbalik. Dan ternyata, itu merupakan hal terbodoh yang pernah kulakukan.
Gadis Merah itu berdiri di sana
dengan tombak terhunus. Ujung rambut hingga kakinya masih berlumur darah—entah
lebih banyak darahnya sendiri atau darah orang-orang malang yang mati di
tangannya.
Ia menunduk untuk mengambil sesuatu
di bawah. Itu senapanku.
Dua senjata di tangannya. aku
takkan berhasil keluar hidup-hidup. Kupejamkan mata menanti ajalku yang telah
di depan mata, namun di antara mata tombak atau peluru, tak ada satu pun yang
kurasakan menembus tubuhku.
Aku membuka mata perlahan,
berharap Gadis Merah itu telah lenyap. Tetapi, tentu saja aku salah. Ia masih
di sana. "Pegang senjatamu," katanya sambil melempar senapan ke
arahku.
Pertarungan adil. Aku membatin.
Aku tidak pernah berpikir ia akan berlaku demikian terhadap musuhnya.
Keberanian mulai menyelimuti
hatiku kembali. Aku mengoperasikan senapanku lalu mulai menghujaninya dengan
tembakkan.
Ia menghindar dengan bersalto,
menangkis, dan merunduk. Gerakannya masih sama anggun dan lincahnya seperti
yang tadi kulihat di jalanan. Tidak ada satu pun dari seranganku yang mampu
melukainya.
Ketika hendak menyerangnya
lagi, aku menyadari peluruku telah habis. Mulutku terbuka untuk mengatakan hal
ini kepadanya dengan harapan ia akan memberiku pertarungan imbang lain. Namun
mata tombak bambu itu telah lebih dulu menembus perutku.
Sekujur tubuhku memekik
kesakitan, kendati demikian lidahku kelu dan tenggorokanku menolak mengeluarkan
kata-kata terakhirku.
"Maaf, tidak ada
kesempatan dua kali." Wajah seorang gadis yang dingin namun dipenuhi
gejolak semangat itu muncul di hadapanku.
Aku ingin bersuara;
mengatainya, menghinanya, menyumpahinya, atau apapun yang dapat menyakiti
hatinya. Tetapi usahaku untuk bicara sama sia-sianya dengan usahaku untuk
mengalahkannya. Aku hanya membuka mulutku tanpa sepatah kata pun keluar.
"Matilah dengan
tenang." Ia berbisik sebelum akhirnya mataku perlahan menutup.
Dalam kegelapan total ini,
gambaran jiwa dalam sebuah raga yang diliputi atmosfer merah keberanian itu
memudar. Kenangan akan tatapannya yang memancarkan semangat berapi-api
menghilang seiring hembusan napas terakhirku.[]
*Penulis adalah siswa
SMA Triguna Jakarta yang sering menghabiskan waktu untuk menikmati puisi,
sastra, dan teater.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut