Jumat, 11 Agustus 2017

Elegi Seorang Pecundang

Elegi Seorang Pecundang

Oleh: Raihan Armoza
2017 | Popsugar.com
Gadis itu bangkit setelah lama tergeletak di tanah. Tangannya gemetar kesakitan, namun air muka yang tergambar di wajah cantiknya menegaskan bahwa ia belum berakhir.
“Kapten”, Aku menoleh kepada lelaki paruh baya di sampingku. "Haruskah kita?"
Pria itu menggeleng tanpa memandangku. Matanya terkunci kepada gadis yang tengah bersusah payah untuk berdiri di tengah jalan itu, tak mempedulikan huru-hara akan pertempuran sengit terjadi di sekelilingnya.
"Biarkan dia," katanya rendah dan pelan, nyaris berupa bisikan yang tak tertangkap pendengaranku.
Ketika ia menegakkan tubuhnya, tenggorokanku tercekat kekaguman. Senapan yang kupegang nyaris terlepas dari cengkramanku. Tidak pernah aku melihat seseorang, terutama wanita, berdiri begitu kokoh di atas kakinya. Tatapannya yang mengawasi medan pertempuran menyiratkan keberanian tiada tara, seolah kematian sekalipun takkan cukup membuatnya berlutut.
"Demi Indonesia!" Ia berseru seraya mengangkat tombaknya. Perasaan merinding mendadak menyeruak di tengukku. Aura penuh semangat yang ditebarkan gadis itu ... Lagi-lagi aku hampir menjatuhkan senapanku.
Beberapa tentara mulai menyerangnya, menembakkan peluru, menghantamnya, hingga menjegalnya. Tetapi sulit dipercaya, tak ada satu pun dari serangan itu yang mampu membuatnya terjatuh untuk kali kedua.
Tombak si gadis yang kuyakini terbuat dari bambu itu mengayun dengan anggun; menghalangi peluru, menangkis tendangaan, dan menghalau hantaman. Sekitar tiga orang lelaki yang menyerangnya secara langsung kini terkapar di tanah. Dada mereka yang berlubang menunjukkan bahwa mata tombak si gadis berhasil menembusnya.
"Kapten?" Aku bertanya lagi, mulai tidak sabar.
"Jangan sekarang," jawabnya, "Aku ingin mengetahui seberapa lama lagi ia akan bertahan."
Aku benci mengakui bahwa pria ini memilih mengambil resiko lebih banyak korban tewas di pihak kami berkat gadis itu. Gadis yang berlumuran darah dan berbalut luka namun masih sanggup menghabisi banyak tentara. Si Gadis Merah.
Tanganku terangkat sendirinya untuk melontarkan peluru dari senapan ini. Gadis itu masih sibuk dengan urusannya, beberapa tentara lain menghadangnya kendati pada akhirnya mereka tetap kalah.
Sang Kapten sepertinya menyadari niatku, ia kelihatan hendak mengatakan sesuatu untuk melarangku, tetapi terlambat. Aku membidik senapan ke arahnya, kemudian menarik pelatuk tanpa ragu-ragu.
Aku yakin betul ia tidak akan sempat menghindar serangan tanpa aba-aba ini. Ditambah, ia belum sempat mengalihkan perhatiannya dari para tentara.
Namun, yang membuat jantungku mencelus adalah ketika tombaknya bergerak secepat kilat ke arah peluru yang kutembakkan. Peluru itu memantul entah kemana setelah mengenai batang bambu yang kuat. Aku menelan ludah yang terasa pahit. Gadis Merah itu baru menangkis peluruku.
"Kau tolol." Suara kapten yang menggeram marah bergema di telingaku. "Sekarang dia mengetahui lokasi kita."
Apa yang mestinya kulakukan saat ini adalah meminta maaf atau mungkin kabur dan bersembunyi seperti pengecut agar tidak merasakan pembalasan gadis itu, namun kakiku seakan dipaku di tempatku berdiri.
Setelah sekian lama belum mendapat perintah dari Sang Kapten, akhirnya ia berdeham meminta perhatian. "Unit Duabelas," katanya tertahan, "Arahkan senjata kepada gadis itu dan serang!"
Gadis itu pasti mendengar teriakkan kapten, karena ia berpaling ke pasukannya dan ikut meneriakkan beberapa hal yang tak bisa kudengar. Jelasnya, setelah ia berteriak, semua warga sipil yang menjadi pasukan Indonesia itu berpaling ke arah kami, meninggalkan musuh satu lawan satu yang tadinya mereka hadapi.
Semuanya berebut tempat untuk berdiri paling depan, alhasil membuat si Gadis Merah tak terlihat lagi. Aku bergidik melihat semua massa itu berlari kemari. Suara tembakkan terdengar bersamaan, sontak melukai bahkan langsung membunuh beberapa dari mereka.
Tapi gilanya, tidak ada yang tergoda untuk berhenti sampai mereka benar-benar tiba dalam jarak dua meter di depan kami. Aku membelalak ketakutan merasakan tingginya semangat juang yang mereka miliki.
Beberapa rekan seperjuanganku yang tak seberapa langsung kewalahan menghadapi senjata-senjata sederhana pasukan lawan, tak terkecuali denganku. Aku merangkak kabur dari keributan dan memutar otak gila-gilaan, mencari cara menghindari pertarungan ini dalam keadaan utuh.
"Tentara sejati takkan pernah kabur." Desisan seorang perempuan membuat seluruh sarafku membatu. "Lawanlah aku seperti pria sejati."
Kepalaku tidak berani menoleh, pengelihatanku serta merta memburam karena air mata. Tidak. Aku tidak ingin mati sekarang. Sebuah tendangan menghantam bahuku. Aku jatuh di atas dadaku, cukup keras untuk membuatku terbatuk-batuk kesakitan.
Si penendang menarik kerah seragamku dari belakang, memaksaku untuk berdiri. Karena rasa sakit di leherku, aku pun terpaksa berdiri. Jalanku masih linglung ketika aku memutuskan untuk berbalik. Dan ternyata, itu merupakan hal terbodoh yang pernah kulakukan.
Gadis Merah itu berdiri di sana dengan tombak terhunus. Ujung rambut hingga kakinya masih berlumur darah—entah lebih banyak darahnya sendiri atau darah orang-orang malang yang mati di tangannya.
Ia menunduk untuk mengambil sesuatu di bawah. Itu senapanku.
Dua senjata di tangannya. aku takkan berhasil keluar hidup-hidup. Kupejamkan mata menanti ajalku yang telah di depan mata, namun di antara mata tombak atau peluru, tak ada satu pun yang kurasakan menembus tubuhku.
Aku membuka mata perlahan, berharap Gadis Merah itu telah lenyap. Tetapi, tentu saja aku salah. Ia masih di sana. "Pegang senjatamu," katanya sambil melempar senapan ke arahku.
Pertarungan adil. Aku membatin. Aku tidak pernah berpikir ia akan berlaku demikian terhadap musuhnya.
Keberanian mulai menyelimuti hatiku kembali. Aku mengoperasikan senapanku lalu mulai menghujaninya dengan tembakkan.
Ia menghindar dengan bersalto, menangkis, dan merunduk. Gerakannya masih sama anggun dan lincahnya seperti yang tadi kulihat di jalanan. Tidak ada satu pun dari seranganku yang mampu melukainya.
Ketika hendak menyerangnya lagi, aku menyadari peluruku telah habis. Mulutku terbuka untuk mengatakan hal ini kepadanya dengan harapan ia akan memberiku pertarungan imbang lain. Namun mata tombak bambu itu telah lebih dulu menembus perutku.
Sekujur tubuhku memekik kesakitan, kendati demikian lidahku kelu dan tenggorokanku menolak mengeluarkan kata-kata terakhirku.
"Maaf, tidak ada kesempatan dua kali." Wajah seorang gadis yang dingin namun dipenuhi gejolak semangat itu muncul di hadapanku.
Aku ingin bersuara; mengatainya, menghinanya, menyumpahinya, atau apapun yang dapat menyakiti hatinya. Tetapi usahaku untuk bicara sama sia-sianya dengan usahaku untuk mengalahkannya. Aku hanya membuka mulutku tanpa sepatah kata pun keluar.
"Matilah dengan tenang." Ia berbisik sebelum akhirnya mataku perlahan menutup.
Dalam kegelapan total ini, gambaran jiwa dalam sebuah raga yang diliputi atmosfer merah keberanian itu memudar. Kenangan akan tatapannya yang memancarkan semangat berapi-api menghilang seiring hembusan napas terakhirku.[]

*Penulis adalah siswa SMA Triguna Jakarta yang sering menghabiskan waktu untuk menikmati puisi, sastra, dan teater. 

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus